Definisi Ilmu Qira’at

Definisi Ilmu Qira’at

Kata Qira’at adalah bentuk jama’ dari kata qira’atun yang merupakan kata mashdar dari fi’il madhi qara’a yang secara bahasa berarti bacaan.[1]

Adapun definisi Ilmu Qira’at menurut istilah,

Az-Zarqany[2] mengemukakan definisi qira’at sebagai berikut,

مذهب يذهب اليه امام من ائمة القزاء مخالفا به غيره فى النطق بالقران الكريم مع اتفاق الروايات والطرق عنه سواء اكانت هذه المخالفة فى نطق الحروف ام فى نطق هيئاتها[3]

“Suatu cara yang ditempuh oleh seorang imam qira’ah (qari’) yang dengannya ia berbeda dengan yang lainnya dalam hal membaca Al-Qur’an, disertai dengan kecocokan riwayat-riwayat dan jalur-jalur darinya, baik perbedaan itu dalam hal membaca atau mengucapkan huruf ataupun caranya mengucapkan.”

Menurut Ibn al-Jazari[4], adalah

                                                                        [5] القرأت علم بكيفيات اداء الكلمات القرأن واختلافها بعزو الناقلة

“Ilmu mengenai cara-cara membaca lafad-lafad Al-Qur’an serta perbedaan cara membacanya dengan menyandarkan kepada orang yang memindahkannya.”

By myminiresearch

pembahasan ke-12 : Proses turunnya Al-Qur’an

Allah SWT. Berfirman dalam surat Al-Baqarah [2] : 185 : (شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ) yang artinya : Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an. Dan Allah SWT. Berfirman : (إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ فِى لَيْلَةِ ٱلْقَدْرِ) yang artinya : Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar.

Terdapat tiga perbedaan pendapat mengenai bagaimana turunnya Al-Qur’an :

(1)   Sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan ke langit dunia pada malam qadar dalam satu jumlah[1]. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur dalam kurun waktu duapuluh tahun, atau duapuluh tiga tahun, atau duapuluh lima tahun, perbedaan waktu turunnya terlepas dari ketetapan awal penurunannya di Makkah setelah kenabian.

(2)   Turunnya Al-Qur’an ke langit dunia pada duapuluh ramadhan saat malam qadar selama duapuluh tahun, dan pendapat lain mengatakan bahwa turunnya Al-Qur’an pada malam ke duapuluh tiga saat malam qadar selama duapuluh tiga tahun, dan pendapat lainnya mengatakan bahwa turunnya Al-Qur’an pada malam ke duapuluh lima saat malam qadar selama duapuluh lima tahun, pada setiap malam yang dikehendaki Allah atas turunnya pada setiap tahunnya. Dalam beberapa sunnah Rasulullah dijelaskan bahwa Al-Qur’an kemudian turun secara berangsur-angsur.

(3)   Awal penurunan Al-Qur’an  pada malam qadar kemudian diturunkan secara berangsur-angsur dalam berbagai macam pendapat mengenai waktu penurunannya.

Pendapat pertama mengenai penurunan Al-Qur’an lebih masyhur dan lebih shahih serta banyak yang mengikutinya. Hal ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam kitabnya Mustadrak  dari Ibn ‘Abbas berkata, “Diturunkannya Al-Qur’an dalam jumlah satu ke langit dunia pada malam qadar kemudian diturunkan secara berangsur-angsur dalam kurun waktu duapuluh tahun. Imam Hakim berkata bahwa hadits ini shahih menurut syaikhin[2].

Imam Nasa’I telah mengungkapkan dalam tafsir dari arah Hassan dari Sa’id Ibn Jubair dari Ibn ‘Abbas berkata :  “Penjelasan Al-Qur’an mengenai peringatan ditempatkan pada baitul ‘Izzah di langit dunia, kemudian Jibril membawanya turun ke hadapan Nabi Muhammad SAW. Sanad hadits ini shahih, dan Hassan adalah Ibn Aby Asyras, menurut Imam Nasa’I dan selainnya ia merupakan orang yang tsiqah.”

Sedangkan yang kedua menurut Maqatil dan Imam Abu ‘Abdillah al-Halimy[3] dalam kitab Minhaj dan Imam Mawardi dalam tafsirnya.

Pendapat ketiga menurut Imam as-Syu’uby dan selainnya.

Sesungguhnya,  Ahlussunnah menyepakati bahwa sesungguhnya kalam Allah itu diturunkan, namun terdapat perbedaan pendapat mengenai makna penurunannya. Ada yang berpendapat bahwa maknanya Al-Qur’an itu tampak (dijelaskan), ada pula yang berpendapat bahwa Allah memberikan pemahaman kalam-Nya kepada Jibril ketika di langit yan merupakan tempat yang tinggi serta mengajarkan bacaannya, kemudian Jibril turun ke bumi untuk menyampaikannya.

Penyampaian wahyu ketika turun mempunyai dua jalan :

  1. Sesungguhnya Rasulullah berganti rupa dari bentuk basyar (manusia) ke bentuk malaikat dan menerima wahyu dari Jibril.
  2. Sesungguhnya malaikat yang berganti rupa ke bentuk manusia (basyariyah), sampai Rasul menerima wahyu darinya, dan yang keadaan pertama lebih sulit daripada kedua keadaan tersebut.

Sebagian ulama’ menukil pendapat as-Samarqandi mengenai tiga pendapat dalam penyampaiannya kepada Nabi Muhammad SAW.  :

(1.)  Bahwa Al-Qur’an disampaikan secara lafadz dan makna, dan sesungguhnya Jibril menjaga Al-Qur’an dari Lauh al Mahfudz sampai proses penurunanya. Sebagian ulama’ menyebutkan bahwa huruf-huruf Al-Qur’an berada di Lauh al-Mahfudz yang setiap hurufnya setara dengan kadar gunung Qaf dan setiap huruf mempunyai dua makna yang tidak dapat diketahui maknanya kecuali Allah SWT. Dalam perkataan makna ini menurut Imam al-Ghazali berarti bahwa huruf-huruf ini menutupi maknanya.

(2.)  Jibril menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan makna khusus dan Rasul mengetahui makna-makna tersebut dan memberitahukan kepadanya dengan bahasa arab.

(3.)  Ketika Jibril menyampaikan maknanya, juga menjelaskan lafadz-lafadz dengan bahasa Arab, dan sesungguhnya Ahlussama’ (para malaikat yang berada di langit dsb.) membaca Al-Qur’an dengan menggunakan bahasa arab.

Apabila ditanyakan : Apakah rahasia diturunkannya Al-Qur’an dalam satu jumlah di langit? Maka dijawab : karena di dalamnya terdapat perintah-perintah  yang ditujukan kepada yang menerima wahyu, juga adanya peringatan untuk penghuni ketujuh langit bahwa sesungguhnya ini adalah akhir dari kitab-kitab yang telah diturunkan kepada Nabi terakhir untuk umat yang mulia dan sungguh telah dijelaskan kepada mereka untuk menurunkannya kepada mereka, di dalamnya pula terdapat hikmah Ilahiyah dalam penurunannya yang berangsur-angsur, bukan keseluruhan ketika diturunkan di bumi.

Apabila ditanyakan : kapankah Al-Qur’an diturunkan sekaligus di langit dunia? Setelah terlihatnya kenabian Nabi Muhammad atau sebelumnya? Berkata Imam az-Zarkasyi : Berkata Syaikh Abu Syammah : yang jelas sebelum kenabian, ada yang berpendapat bahwa kemungkinan apabila setelah kenabian maka akan ditemukan penyelesaian atas segala yang terjadi dan apabila diturunkannya sebelum kenabian, maka mempunyai banyak faidah (kegunaan) yang jelas.

Dalam Al-Qur’an surat al-Qadr ayat 1 dijelaskan  إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ فِى لَيْلَةِ ٱلْقَدْرِ  yang artinya Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[4]. Dari jumlah al-Qur’an yang diturunkan secara keseluruhan atau tidak? Apakah diturunkannya Al-Qur’an secara keseluruhan ini shahih? Maka, dalam hal ini mempunyai perbedaan pendapat : (1) Makna kalam, apa yang telah ditetapkan dengan turunnya Al-Qur’an atas kuasa dan ketetapannya dan telah ditetapkan sejak zaman azali. (2) lafadznya telah lalu (madhi) sedangkan maknanya akan datang (mustaqbal) ketika diturunkannya Al-Qur’an pada malam yang penuh berkah, malam lailatul qadr,  adanya lafadz terdahulu daripada maknanya untuk mentahqiq. Karena hal tersebut berhubungan dengan diturunkannya Al-Qur’an kepada Nabi dengan makna yang telah ditahqiq oleh lafadznya. Sesungguhnya penurunan secara berangsur-angsur itu setelah diturunkan secara keseluruhan.

Apabila ditanyakan : Apa rahasia diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur ke bumi? Mengapa tidak turun sekaligus seperti kitab-kitab kebanyakan? Maka, jawaban dari pertanyaan ini telah disampaikan Allah SWT. dalam firman-Nya  (QS. Al-Furqaan ayat 32) yang berbunyi  : وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ ٱلْقُرْءَانُ جُمْلَةً وَٰحِدَةً , yaitu seperti yang telah diturunkan kepada Rasul sebelumnya, maka Allah menjawab dalam firman-Nya : كَذَٰلِكَ demikianlah, menurunkan Al- Qur’an secara terpisah. لِنُثَبِّتَ بِهِۦ فُؤَادَكَ yaitu, untuk menguatkan hatimu. Apabila wahyu itu diperbarui di setiap peristiwa maka akan menguatkan hati, mengalir, dan menetapkan dalam hati.  Dan menjadikan ramadhan sebagai momen yang baik karena banyaknya Al-Qur’an yang turun yang dibawa oleh malaikat Jibril.

Menurut sebuah qaul ayat لِنُثَبِّتَ بِهِۦ فُؤَادَكَ bermakna untuk menghafalnya, karena Nabi Muhammad SAW. adalah seorang ummy , tidak dapat membaca dan tidak dapat menulis, maka hal ini untuk memudahkan beliau dalam menghafal. Hal ini berbeda dengan Nabi-nabi lain yang dapat menulis dan membaca sehingga memungkinkan untuk menghafal keseluruhan apabila Al-Qur’an diturunkan secara utuh.

Bukannya tidak mungkin untuk menetapkannya (menurunkan Al-Qur’an sekaligus) namun di dalam Al-Qur’an juga terdapat jawaban dari beberapa masalah, sebab-sebab turunnya Al-Qur’an (sebab-sebab perbedaan turunnya), dan karena sebagian ayat mansukh dan sebagian lainnya nasikh, dan tidak akan ditemukan hal-hal tersebut kecuali dengan penurunan secara terpisah.

Ibn Furq[5] berkata : menurut suatu pendapat kitab taurat diturunkan dalam satu kesatuan (sekaligus), karena diturunkan kepada Nabi yang dapat membaca serta menulis yaitu Nabi Musa AS. Dan diturunkannya Al-Qur’an secara terpisah karena ia tidak ditulis dan diturunkan kepada Nabi yang ummy. Menurut pendapat yang lain, tidak diturunkan sekaligus karena di dalamnya terdapat nasikh dan mansukh, serta terdapat jawaban atas permasalahan-permasalahan yang ada.

Penjelasan mengenai waktu lamanya turunnya Al-Qur’an duapuluh, atau duapuluh tiga, atau duapuluh lima tahun terdapat perbedaan pada saat menetapnya Nabi di Makkah setelah kenabian. Ada yang berpendapat sepuluh, tiga belas, bahkan ada yang berpendapat limabelas tahun. Ketika Nabi menetap di Madinah tidak ada perbedaan pendapat, yaitu beliau menetap di Madinah selama sepuluh tahun.

 

 

 

 


[1] Satu jumlah disini, dapat diartikan sebagai Al-Qur’an secara keseluruhan (secara utuh).

[2] Yaitu, Abu ‘Abdullah al Halimy yang bernama lengkap al Husain Ibn al Hasan Ibn Muhammad Ibn Halim al- Bukhary, beliau merupakan seorang Rais Ahli Hadits, lahir di Jurjan dan Wafat di Bukhara pada tahun 403 H.

[3] Ibid

[4] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr Yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, karena pada malam itu permulaan turunnya Al Quran.

[5] Ibn Furq adalah Muhammad Ibn al-Hasan ibn Furq al-Anshary al-Ashbihany, Abu Bakar : Orang yang mahir dalam bidang Ushul dan Kalam, mengikuti Madzhab Fiqih Syafi’I dan wafat pada tahun 306 H.

Sumber : Burhan fi Ulum al-Qur’an, Jld 1

catatan : catatan ini, hasil proses belajar saya, mohon saran dan kritiknya, karena catatan ini belum sempurna. bahkan bisa dikatakan jauh dari sempurna… trimakasih

By myminiresearch